Mengenal 9 Stasiun Kereta Api di Malang, Jalur Rel yang Menyambung Kota dan Kabupaten

Stasiun Kereta Api di Malang

STASIUN MALANG – Dari jantung kota hingga pinggiran Kabupaten Malang, terdapat sejumlah stasiun yang tersambung dengan rute lokal hingga antarkota, memudahkan siapa saja merencanakan perjalanan demi urusan kerja, studi, maupun liburan. Berikut jejak singkat 9 stasiun kereta api di Malang Raya dan mengapa pula stasiun-stasiun tersebut menjadi bagian penting dari perjalanan panjang sejarah perkeretaapian Jawa Timur.

Daftar 9 Stasiun Kereta Api di Malang

Dalam daftar stasiun berikut, orang barangkali lebih familiar dengan stasiun utama seperti Stasiun Malang Kotabaru, Stasiun Malang Kotala, dan Stasiun Kepanjen. Maka, dalam ulasan berikut Sobat diberikan uraian lengkap tentang sejumlah stasiun –utama dan bukan- yang masih beroperasi hingga saat ini.

Read More

Staiun Malang Kota Baru, Pintu Gerbang Modern

Sejak dibuka pada pertengahan abad ke-20, Stasiun Malang Kota Baru (ML) tumbuh menjadi pusat transportasi kereta api utama di Kota Malang.

Bangunannya mungkin tak lagi memancarkan nuansa kolonial seperti Stasiun Malang Kota Lama, tetapi suasana modernnya terasa begitu kuat: ruang tunggu ber-AC, loket tiket berkelas, hingga deretan lapak warung dan ATM yang berjajar rapi di sisi selatan peron.

Di belakang riuhnya antrean penumpang, berderet lokomotif mewah Brawijaya Priority dan Gajayana Luxury melaju pelan, menurunkan penumpang dari Jakarta sebelum mereka melanjutkan langkah ke kawasan Malang Raya.

Setiap harinya, MKB melayani kereta eksekutif, semi eksekutif, hingga ekonomi. Argo Semeru dari Gambir–Surabaya berhenti sejenak di sini, memberi kesempatan penumpang mengambil sejuknya udara Malang.

Begitu pula Gajayana yang membelah rel sejak pagi, sering kali dipadati pebisnis dan pelancong dari ibukota. Di sudut utara stasiun, papan informasi jadwal bergantian menampilkan kedatangan Brantas, Singasari, hingga Penataran Ekspres menuju Blitar.

Ketika sore merangkak, puluhan penumpang bergerak menuruni tangga, menuju jalur angkutan kota (angkot) menembus padatnya kota untuk tiba di kampus, pusat perbelanjaan, atau sekadar nongkrong di alun-alun.

Stasiun Malang Kota Lama, Warisan Kolonial

Sekitar dua kilometer ke selatan ML, Sobat akan menemukan Stasiun Malang Kota Lama (MLK)—saksi bisu masa kolonial yang kini bertransformasi menjadi gerbang wisata heritage.

Didirikan pada 1897 oleh perusahaan kereta api Hindia Belanda, gedung bergaya Victorian dengan atap genteng merahnya masih berdiri megah, meski ruang tunggu tanpa pendingin udara menyajikan nuansa hangat yang kontras dengan Megahnya kereta modern.

Loket tiket di MLK hanya melayani kereta lokal, terutama KRD Angkut Heritage yang mengantarkan wisatawan singkat menuju Museum Angkut, serta jadwal kereta lokal kota yang bolak-balik setiap pagi dan sore.

Pada akhir pekan, kerumunan penikmat sejarah dan fotografi berbondong-bondong ke sini. Mereka mengabadikan fasad gedung yang diapit pepohonan palem, sementara penjual keliling menawarkan minuman dingin dan suvenir kecil di pelataran peron.

Beberapa meter dari sini, kawasan Kayutangan tua terbentang—kawasan heritage yang dulunya ramai aktivitas komersial dan administrasi Belanda. Dari kejauhan, letusan knalpot lokomotif tua terdengar, menambah atmosfer nostalgia di balik riuh modernitas Malang.

Stasiun Blimbing, Sederhana namun Strategis

Beranjak ke Blimbing, stasiun yang terletak tepat di batas administratif Kota Malang dan Kabupaten Malang ini mungkin tak sekaya ML dari segi fasilitas, namun fungsinya bagi warga lokal tak kalah penting.

Stasiun Blimbing (BMG) dibangun untuk melayani penumpang harian dan kiriman barang, terutama hasil pertanian. Setiap pagi, tumpukan bungkusan sayur dan buah disiapkan pedagang untuk dibawa ke pasar-pasar sekitar.

Ruang tunggu sederhana tanpa AC dan loket manual menjadi saksi aktivitas masyarakat desa dan kota yang silih berganti antre demi tiket KRD Kertosono atau KA Penataran Ekspres menuju Blitar.

Meski lonjakan penumpang tak setinggi stasiun besar, Stasiun Blimbing dikenal sebagai titik kolektor. Dari sini, angkot jalur BLL dan BLG mengantar penumpang ke pasar Karangbesuki, kampung warna-warni Jodipan, atau bahkan pusat kota.

Di sore hari, deru lokomotif kereta ekonomi mengiringi kepulangan petani, menciptakan simfoni industrial yang akrab di telinga penduduk setempat.

Stasiun Lawang, Penghubung Antarkota

Stasiun Lawang (LW) menyimpan cerita yang lebih panjang, bermula dari fungsi utamanya pada era kolonial sebagai jembatan rel Batavia–Probolinggo. Gedung utamanya walau telah mengalami renovasi, masih mempertahankan kesan klasik dengan atap segitiga menjulang dan pintu kayu bercat cokelat.

Suasana teduh di halaman depan kerap diisi oleh penjual jajanan tradisional, aroma tempe mendoan dan kopi tubruk tersebar, menghangatkan penumpang yang menunggu KA Argo Wilis atau Gajayana tiba.

Hadirnya jalur double track membuat stasiun Lawang semakin sibuk. Selain kereta antarkota seperti Turangga, Turangga mulai menepi di sini, memberi kesempatan wisatawan menyaksikan pesona kebun teh Wonosari serta pemandian air panas Cangar yang berjarak puluhan kilometer.

Setiap sore, rombongan keluarga merapatkan diri di bangku tunggu ber-AC, menunggu kereta lokal Mail Shuttle yang akan membawa mereka pulang ke kota.

Dalam hitungan menit, motor tukang ojek (online dan offline) melaju menghantarkan penumpang ke alun-alun Lawang, tempat canda tawa anak-anak bermain di bawah lampu jalan senja.

Stasiun Singosari, Warisan Majapahit

Tak jauh dari Lawang, tepatnya di Kecamatan Singosari, berdiri Stasiun Singosari (SGS). Meski digolongkan sebagai stasiun kelas III, lokasinya strategis dekat Candi Singosari, peninggalan Kerajaan Majapahit.

Setiap pagi, sekelompok mahasiswa Sejarah Universitas dari Malang menumpang KA Probowangi atau Singasari Lokal, berlomba mencapai situs bersejarah sebelum keramaian tiba.

Loket manual hanya buka pada jam-jam tertentu, dan ruang tunggu tanpa AC kerap dipenuhi pedagang musiman yang menawarkan minuman hangat atau camilan tradisional.

Ketika gerbong berhenti, wisatawan langsung disapa desa-desa kecil yang asri, pepohonan pisang, dan alunan burung yang kicau. Dari kejauhan, suara kereta ekonomi Kertanegara terdengar, mengingatkan bahwa meski stasiun ini sederhana, destinasi sekitarnya memikat siapa saja menyukai jejak sejarah dan alam.

Stasiun Kepanjen, Denyut Perkotaan Baru

Beranjak ke selatan, Stasiun Kepanjen (KPN) kini menjadi tokoh utama perjalanan antarkota setelah jalur double track Surabaya–Malang diresmikan. Bangunan stasiun modern ini dilengkapi fasilitas ramah difabel, ruang tunggu ber-AC, serta loket tiket otomatis—perbedaan mencolok dari stasiun lain di tiket manual.

Terpampang besar di papan informasi: KA Argo Bromo Anggrek dan Turangga berhenti di sini, memberi sinyal bahwa stasiun Kepanjen bukan hanya persinggahan, melainkan destinasi yang mandiri.

Setiap pagi, deret sepeda motor penumpang memadati halaman parkir, siap mengantar ke area Candi Kidal atau objek wisata agro buah di pinggir kota. Petugas stasiun yang ramah kerap membantu wisatawan asing membaca jadwal, menjelaskan rute, dan memetakan lokasi penginapan.

Di tepi rel, suara klakson kereta Tumapel dan Singasari Ekonomi berganti, menorehkan cerita tentang kehidupan modern yang terjalin dengan rel besi.

Stasiun Sumberpucung, Menyusuri Panorama Pegunungan

Di kaki pegunungan, Stasiun Sumberpucung (SBP) menawarkan pemandangan segar khas dataran tinggi.

Dahulu, stasiun ini ramai di musim panen kopi dan cengkeh; sekarang, Matarmaja antarkota berhenti di sini, memberi jalan bagi penumpang yang hendak menikmati udara sejuk Coban Rondo atau mengunjungi kebun apel Magelang.

Warna hijau bukit dan kabut tipis di pagi hari menjadi latar jemputan kereta ekonomi Tumapel. Karena fasilitas masih minimal, ruang tunggu sempit tanpa pendingin udara dipenuhi obrolan petani kopi yang pulang ke rumah.

Ojek tradisional menanti di pintu keluar, siap mengantar ke desa-desa terpencil. Meski sederhana, stasiun Sumberpucung bertengger sebagai titik awal petualangan alam di Malang Selatan.

Stasiun Pakisaji, Petualangan Alam

Sekali lagi memasuki kawasan pegunungan, Sobat akan bertemu Stasiun Pakisaji (PSI). Tak hanya menampung penumpang kereta ekonomi, pagi hari stasiun ini disesaki wisatawan yang hendak mendaki Gunung Arjuno atau menjelajah Coban Rais, air terjun terkenal dengan spot paralayangnya.

Loket lokal buka sejak subuh, dan penumpang kerap harus mengantri di bangku kayu—karena ruang tunggu tanpa AC begitu sempit.

Ketika pintu gerbong terbuka, aroma segar humus dan suara burung hutan menyambut. Tak butuh lama sebelum rombongan pencinta alam menggantung daypack di bahu, melangkah ke ujung stasiun, di mana tumpukan motor ojek wisata siap melaju menembus hutan pinus.

Pakisaji bukan sekadar persinggahan kereta, tetapi pangkalan kecil bagi penjelajah yang merindukan udara bebas pegunungan.

Stasiun Ngebruk, Denyut Perbatasan dan Kehidupan Desa

Stasiun Ngebruk (NB) mungkin yang terletak paling jauh dari pusat Kota Malang, menjulang di perbatasan Kabupaten Malang dan Kota Batu.

Gedungnya sederhana, berornamen kayu yang mulai usang, menampung beberapa penumpang ekonomi yang hendak menuju Surabaya atau Kediri. Suasana desa langsung terasa: aroma tanah basah, kicauan burung, dan gemuruh kereta yang memecah keheningan.

Penduduk desa sekitar menumpang kereta ekonomi setiap pagi, sebagian menuju pasar tradisional, sebagian lagi bekerja di Batu atau Malang. Di sisi timur stasiun, warung kelontong kecil menjajakan gorengan hangat dan kopi tubruk.

Kendati akses ojol terbatas, bus mini antar desa sesekali melintas, menjadi jembatan penting bagi siapa pun yang tak memiliki kendaraan pribadi. Ngebruk mengajarkan bahwa kereta api bukan sekadar moda transportasi, tetapi denyut kehidupan masyarakat pedesaan yang tak boleh dilupakan.

Stasiun-Stasiun Malang: Persimpangan Sejarah, Harapan, dan Perjalanan

Berawal dari stasiun-stasiun bersejarah hingga stasiun modern nan strategis, jaringan kereta api di Malang Raya menjalin berbagai kepentingan. Bagi pekerja kantoran di pusat kota, Malang Kota Baru adalah titik awal yang efisien.

Pelajar dan peneliti yang mengagumi nuansa kuno, Malang Kota Lama memanggil dengan arsitektur bersejarahnya. Komunitas petani dan pedagang di Blimbing dan Sumberpucung menemukan kesehariannya terhubung oleh lokomotif ekonomi, sementara wisatawan alam berbondong ke Pakisaji dan Ngebruk untuk menapaki hutan pinus dan perbukitan.

Setiap stasiun punya cerita. Infrastruktur yang terus diperbaiki—termasuk jalur double track dan renovasi fasilitas difabel—menunjukkan komitmen PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi (Daop) VIII Surabaya untuk menjawab permintaan pelanggan sekaligus merawat warisan perkeretaapian.

Di dalam gerbong, antara deru roda dan kilatan pemandangan sawah, tersusun kisah ribuan penumpang: anak sekolah yang buru-buru meraih buku di dalam ransel, pedagang yang membawa barang dagangan, keluarga kecil yang bercanda menantikan momen liburan, hingga pelancong yang tersenyum saat kereta melintas pinggir lembah.

Penutup

Secuil ingatan tentang 9 stasiun kereta api di Malang Raya sebenarnya mencerminkan kekayaan urban dan pedesaan, sejarah kolonial, hingga aspirasi modern.

Stasiun kereta api di Malang ada sembilan, masing-masing dengan perannya: Stasiun Malang Kota Baru dan Kota Lama sebagai wajah kota, Blimbing dan Singosari sebagai simpul lokal, Lawang dan Kepanjen sebagai penunjang perjalanan antarkota, serta Sumberpucung, Pakisaji, dan Ngebruk sebagai gerbang ke udara pegunungan dan desa.

Bagi siapa pun yang hendak mengarungi rel-rel di Malang, artikel ini diharapkan menjadi panduan lengkap—tidak sekadar mencantumkan nama dan alamat, tetapi merajut narasi di balik tiap deru kereta.

Ketika pintu gerbong terbuka di peron, Anda tidak hanya tiba di suatu stasiun, tetapi memasuki bab baru perjalanan, di mana setiap tempat punya cerita yang layak diungkap. Semoga peta rel ini membantu pembaca menemukan rute yang paling sesuai, sekaligus merasa terhubung dengan denyut pura-pura kereta api yang mengalir dalam nadi Malang Raya.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *