Sejarah Stasiun Malang Kotabaru dalam Kronik & Peristiwa Penting

sejarah stasiun malang kotabaru dalam kronik & peristiwa penting
Di foto atas, Stasiun Malag Kotabaru pada 1980-an. Sementara di foto bawah stasiun pasca perombakan dan revitalisasi fungsi.

STASIUNMALANG.COM – Berdirinya stasiun Malang menandai transformasi besar dalam sistem transportasi publik di wilayah timur Jawa Hindia Belanda. Pembangunan stasiun ini juga menandai arah dan orientasi baru pendudukan Belanda atas negeri jajahannya.

Sejak akhir abad ke-19, Belanda sekurangnya menerapkan dua kebijakan penting yang menandai orientasi baru tersebut, yakni kebijakan politik etis dan kebijakan tanam paksa. Politik etis dimaksudkan sebagai upaya untuk merangkul secara lebih dalam orang-orang pribumi terdidik ke dalam birokrasi dan bisnis pemerintah kolonial. Sementara, kebijakan tanam paksa ditujukan untuk meraih simpati masyarakat bawah, yakni dengan mempekerjakan mereka di areal-areal pertanian dan perkebunan.

Read More

Namun, hasilnya jauh panggang dari api. Dua kebijakan ini justru menjadi bumerang yang memberi Belanda counter attack (serangan balik) yang mematikan. Orang-orang terdidik justru menjadi pencetus dan pelecut berkobarnya semangat anti-kolonial, dan kebijakan tanam paksa menjadi salah satu alasan penting di balik menguatnya semangat nasionalisme di kalangan bawah.

Oleh sebab itu, di satu sisi Stasiun Malang (yang belakangan diganti nama menjadi Stasiun Malang Kotabaru –untuk membedakannya dari stasiun Kotalama) merupakan salah satu tonggak ekonomi Belanda, sementara di sisi lainnya stasiun ini pula yang memaksa Belanda meminum pil pahit perlawanan orang-orang pribumi terhadap pendudukan negeri kincir angin ini.

Berikut Stasiunmalang.com rangkumkan dari berbagai sumber sejarah Stasiun Malang Kotabaru dalam kilasan kronik dan beragam peristiwa penting –mulai awal pembangunan hingga berkecamuknya pergolakan nasional di mana stasiun ini menjadi salah satu titik kobarnya.

 

Sejarah Stasiun Malang dalam Kronik dan Peristiwa Penting

Kronik Stasiun Malang ini dimaksudkan untuk memudahkan kita mengenali tahun berikut beragam peristiwa penting yang menyelimuti stasiun kebanggaan warga kota Malang ini, mulai awal pembabatan alas hingga era revitalisasi fungsi.

 

1870-1879: Awal Perintisan

Surabaya, Pasuruan, dan Malang adalah tiga titik nadi penting dari roda ekonomi Hindia Belanda di awal tahun 1900-an, atau akhir abad ke-19.

Surabaya adalah titik paling timur Jawa di pesisir utara yang diproyeksikan Hindia Belanda sebagai lumbung hasil pertanian dan perkebunan di wilayah timur Jawa. Sementara itu, Pasuruan dan Malang adalah wilayah subur yang belum tergarap secara maksimal. Melalui kebijakan tanam paksa, kelak kedua wilayah ini menjadi jantung pemacu ekonomi berbasis komoditas pertanian dan perkebunan.

Maka, sekitar tahun 1870, pemerintah kolonial mulai membangun rel rintisan yang dicanangkan untuk menghubungkan ketiga wilayah. Pada 1875, pembangunan sempat terhenti hanya sampai di Bangil, Pasuruan. Namun, setelah penerbitan konsesi untuk Staatsspoorwegen (SS) di tahun yang sama, perusahaan ini kembali memperpanjang rel hingga Malang, dan rampung pada Juli 1879.

Sebagai perusahaan asal Belanda, SS menerapkan gaya dan arsitektur khas bangunan stasiun-stasiun Belanda yang mengusung corak Indische Empire dan Neoklasik untuk Stasiun Malang. Sebelumnya, corak serupa juga diterapkan SS untuk model bangunan Stasiun Surabaya Kota, Pasuruan, Mojokerto, Madiun, dan Sukabumi. Stasiun yang terletak di bagian timur emplasemen ini beroperasi untuk 62 tahun kemudian, sebelum kapasitasnya ditambah dan gedungnya diperluas hingga ke sisi barat emplasemen.

 

1941-2018: Penyandang Kotabaru

Setelah bangunan pertama melayani berbagai jenis kereta api dan komuter lebih dari setengah abad, pertumbuhan penumpang yang naik pesat memaksa SS untuk membuka gedung baru.

Maka, pada 1941 SS kembali membangun gedung baru di sisi barat emplasemen. Dengan mengusung tema arsitektur yang sama sebagaimana gedung pertama, bangunan baru karya arsitek Ir. W.J. van der Eb ini resmi berdiri di sisi seberangnya. Berdirinya gedung stasiun baru juga menandai nama baru untuk Stasiun Malang, yakni dari Stasiun Malang ke Stasiun Malang Kotabaru.

Peresmian nama baru tersebut juga dimaksudkan sebagai pembeda dari stasiun Malang Kotalama yang didirikan pada 1878 dan kini lebih berfungsi sebagai cagar budaya ketimbang fungsi stasiun itu sendiri.

 

2018-2019: Revitalisasi Fungsi

Bersama dengan terus berkembangnya kota Malang, pada 2018 PT KAI dan Pemkot kota Malang duduk bersama untuk melakukan revitalisasi fungsi Stasiun Malang Kotabaru. Selain revitalisasi, tentu saja dicanangkan pula peremajaan dan perluasan bangunan.

Pada 2019, secara bertahap bangunan lama di sisi timur direnovasi sedemikian rupa. Demikian pula untuk bangunan di sisi barat. Dan sejak 2019 juga, kedua bangunan stasiun mengalami revitalisasi fungsi. Yakni, bangunan di sisi timur difungsikan untuk pelayanan kereta api antarkota, sementara yang sisi barat hanya diperuntukkan kereta komuter (commuter line).

 

Penutup

Stasiun Malang Kotabaru adalah stasiun besar yang melayani berbagai rute perjalanan di Jawa. Sebagai stasiun tipe A, stasiun ini menjadi salah satu stasiun terbesar dan terlengkap dari sisi pelayanan di Indonesia.

Dan dengan menilik kronik pendirian stasiun ini, kita menjadi tahu bahwa Stasiun Malang sudah ada sejak masa pendudukan. Stasiun Malang menandai era kegemilangan Hindia Belanda di satu sisi, namun di sisi lainnya juga perekam masa akhir pendudukan Belanda di Indonesia. Dengan demikian, Stasiun Malang bukan sekadar tempat keluar-masuknya penumpang kereta api, melainkan pula tempat keluar-masuknya ingatan pada era penjajahan.

Demikian. Semoga kronik dan peristiwa penting seputar Stasiun Malang ini menambah pengetahuan Sobat Stasiun.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *