STASIUN MALANG – PT Kereta Api Indonesia (KAI) baru-baru ini menyuarakan kekhawatirannya soal lambatnya peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam industri perkeretaapian Indonesia. Salah satu penyebab utamanya adalah belum adanya pabrik komponen sarana dan prasarana perkeretaapian lokal yang mumpuni.
Masalah ini diangkat dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang bertajuk “Potensi Pengembangan Produk Komponen Kereta Api Dalam Negeri” yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian di Hotel Tentrem, Yogyakarta, pada 25 Juli lalu. Dalam forum ini, KAI menjelaskan sejumlah hambatan yang mereka hadapi dalam upaya meningkatkan TKDN.
Menurut KAI, beberapa tantangan utama selain ketiadaan pabrikan komponen adalah:
- Kapasitas pabrik lokal yang masih sangat terbatas,
- Pangsa pasar yang kecil, khususnya untuk komponen spesifik yang hanya dibutuhkan oleh KAI,
- Minimnya pendanaan untuk riset dan inovasi,
- Keterbatasan tenaga ahli di bidang perkeretaapian,
- Dan fasilitas laboratorium serta tempat uji yang belum memenuhi standar.
Karena berbagai hambatan ini, KAI mendorong pemerintah dan stakeholder lainnya untuk menciptakan ekosistem industri perkeretaapian yang ramah terhadap komponen dalam negeri. KAI juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas riset dan adanya sistem monitoring berkala terhadap produk-produk lokal agar bisa bersaing dengan produk impor.
Dari sisi produsen, PT INKA (Industri Kereta Api Indonesia) turut memaparkan dilema yang mereka hadapi dalam penerapan TKDN. Menurut INKA, produsen biasanya lebih mengutamakan efisiensi biaya dalam rantai pasok. Sementara, komponen lokal saat ini justru cenderung lebih mahal dibandingkan impor, sehingga membuat harga akhir produk jadi kurang kompetitif.
Meski begitu, INKA tetap melakukan berbagai inisiatif untuk membangun kapasitas produksi dan meningkatkan kemampuan industri lokal. Beberapa langkah yang sudah dilakukan INKA antara lain:
- Peningkatan kapasitas produksi di fasilitas mereka di Madiun dan Banyuwangi,
- Mendorong sertifikasi perusahaan lokal untuk memenuhi standar internasional,
- Peningkatan kompetensi SDM melalui kerja sama dengan perusahaan luar negeri seperti JR East, JTREC, Toyo Denki, dan sejumlah pabrikan dari Tiongkok,
- Membangun ekosistem rantai pasok (supply chain) bersama perusahaan lokal.
INKA juga mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan lokal sudah memulai proses pelokalan komponen perkeretaapian lewat program transfer teknologi. Misalnya:
- Komponen brake shoe (kampas rem) yang dilokalkan oleh PT Indoprima Gemilang bekerja sama dengan perusahaan global seperti Nabtesco dan Knorr-Bremse.
- Komponen berbahan karet yang dikembangkan oleh PT Velasto Indonesia.
Ke depan, INKA bersama Indoprima Gemilang akan menjadi pemasok resmi komponen brake shoe buatan dalam negeri untuk KAI Commuter dan MRT Jakarta. Langkah ini diharapkan bisa menjadi titik awal bagi peningkatan TKDN dan kemandirian industri perkeretaapian nasional.
Kesimpulannya, tantangan dalam membangun industri komponen perkeretaapian dalam negeri memang besar, tapi bukan berarti tidak bisa diatasi. Diperlukan kolaborasi serius antara BUMN, swasta, dan pemerintah untuk menciptakan ekosistem industri yang solid. Dengan dukungan riset, SDM yang kompeten, serta kebijakan yang mendukung, cita-cita untuk menjadikan Indonesia mandiri di sektor perkeretaapian bukan hal yang mustahil.